Kriteria “Sekolah yang Baik”
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Menurut Wikipedia, Sekolah berasal dari bahasa Yunani ????? (schole), yang aslinya berarti “kesenangan”, atau juga “Tempat yang menyenangkan” (Gambar-1). Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk memungkinkan dan mendorong siswa (atau “murid”) untuk belajar di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa mengalami kemajuan melalui serangkaian tingktan sekolah. Nama-nama untuk sekolah berbeda di setiap negara, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak dan sekolah menengah bagi remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.
Selain sekolah-sekolah inti ini, siswa di negara tertentu mungkin juga memiliki akses ke dan menghadiri sekolah-sekolah sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah memberikan beberapa sekolah untuk anak-anak yang masih sangat kecil (biasanya usia 3-5). Universitas, sekolah kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin akan tersedia setelah (atau sebagai pengganti) sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Sekolah dapat menyediakan Alternatif kurikulum dan metode non-tradisional. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai landasan filosofis penyelenggaraan sekolah yang baik , konsep dan karakteristiknya.
Pengertian Falsafah Pendidikan:
- Filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan pada wilayah tertentu dari usaha manusia.
- Melibatkan refleksi kritis untuk mempengaruhi dan mengarahkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang disebut sebagai pendidikan.
- Filsafat pendidikan tidak berada “di-langit”, tetapi dalam suatu konteks historis dan sosial.
Mengapa Kita Membutuhkan Falsafah Pendidikan?
- Semua pendidik harus memiliki falsafah pribadi yang mewarnai cara mereka bertindak
- Membenarkan atau menjelaskan pendidikan secara logis & sistematis
Fungsi Falsafah Pendidikan
- Membawa penafsiran baru serta menganalisis, memperbaiki, memodifikasi konsep-konsep dan prosedur pendidikan yang ada
- Bertindak sebagai “ruang pembersih” untuk menganalisis dan menjelaskan ide-ide dan masalah-masalah pendidikan
- Menawarkan sumber & bimbingan etis bagi pendidikan
- Menginduksi kebiasaan berpikir seperti toleransi, tidak memihak, dan sikap tidak menghakimi.
Biaya Pendidikan: Berkah atau Masalah?
Setiap diri manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal usia dan tanpa dibatasi oleh bangunan gedung sekolah yang megah yang memisahkan antara si kaya dan si miskin walaupun itu membutuhkan Pembiayaan Pendidikan yang cukup besar. Falsafah Pendidikan yang memanusiakan manusia (humanize the human being) harus tetap menjadi pandangan hidup dalam dunia pendidikan sehingga akan tercipta pendidikan yang bebas secara politik, sejahtera secara ekonomi, adil secara hukum dan partisipatif secara budaya
Menurut Adam Smith, Human Capital berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan ketrampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik “Rate of Return” yang sangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan Human Capital ada hubungan Linier antara Investasi Pendidikan dengan “Higher Productivity & Higher Earning”. Manusia sebagai modal dasar yang diinvestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan.
Itu masalahnya, ternyata Pembiayaan Pendidikan (terutama Pendidikan Tinggi) dilihat sebagai “Lahan Hijau” (Green Field) yang sumber utamanya melalui pembebanan pada mahasiswanya. Hal ini menciptakan “kelangkaan barang di pasar” Pendidikan Tinggi sehingga timbul “koreksi pasar” (baca: kenaikan harga) terutama di banyak PTN terkenal yang mungkin sudah berfikir bahwa “The Price is Right” (baca: Ada Harga Ada Rupa). Di satu sisi memang ini tidak salah karena ada fenomena ”Supply&Demand” dengan keterbatasan daya tampung Perguruan Tinggi dengan animo masyarakat yang tinggi.
Menyikapi hal di atas, sebagai orangtua yang juga punya anak baru masuk PTN ternama saya sangat mengerti perasaan yang diungkapkan pada Artikel Kompas dengan judul: [BIAYA KULIAH] “Nak, Urungkan Niatmu Jadi Sarjana” http://t.co/LJpM453. Hal itu diakibatkan “Pasar Pendidikan Tinggi” mengalami gejala telah mengikuti mekanisme pasar dimana harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika suplai lebih besar dari demand, maka harga akan cenderung rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi sementara suplai terbatas, maka harga akan cenderung mengalami peningkatan
Menarik pendapat dari Morfet, Pembiayaan pendidikan merupakan suatu konsep yang seharusnya ada dan tidak dapat dipahami tanpa mengkaji konsep-konsep yang mendasarinya. Ada anggapan bahwa membicarakan pembiayaan pendidikan tidak lepas dari persoalan ekonomi pendidikan. Morphet (1970:85) “Mengemukakan bahwa pendidikan itu mempunyai peranan vital terhadap ekonomi dan peradaban negara modern. Dikemukakan: “Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi”. Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponen, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, akutabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan sesuai buku Morphet Edgar C. (1983): ”The Economist & Financing of Education (Fourth Edition)”, New Jersey: Prentice Hall Inc. Engelwood Cliffs.
Perlu dipahami oleh kita bahwa mustahil kalau suatu negara ingin mempunyai daya saing yang tinggi kalau tidak mempunyai sumber daya (resources) yang memadai dengan melihat nilai Tangible dan Intangible. Dari sisi Pembiayaan Pendidikan Dilihat Dari Manfaat Tangible dan Intangible, hal tersebut dapat berupa sumber daya yang ‘dapat dilihat’ (tangible) dan sumber daya yang tidak dapat dilihat (in-tangible). Sumber daya yang tangible, antara lain: sumber daya pendukung atau sarana dan prasarana seperti kelas, laboratorium, gedungadministrasi, ruang rapat, ruang kerja guru/dosen dan karyawan, ruang perpustakaan, ruang perkuliahan, teknologi audio dan video, komputer dan internet dan dana. Sementara itu yang in-tangible adalah manusia (guru, dosen,tenaga kependidikan), IPR (intellectual property rights), hak monopoli, “exclusive licenses”, sistem/program pendidikan, kurikulum, organisasi dan kepemimpinan, “strong brands”, serta kemampuan bekerjasama. Pada kondisi seperti ini, Pembiayaan Pendidikan akan menjadi lebih kompleks bila kita memberikan pertimbangan yang matang terhadap Manfaat Tangible dan Intangible-nya.
http://pojokpendidikan.com/2011/06/12/biaya-pendidikan-berkah-atau-masalah/